Marah Dalam Islam

Cara Mengatasi Marah Dalam Islam


Emosi adalah luapan atas ketidak sukaan seorang terhadap hal yang bertentangan dengan hati nuraninya.Penyebabnya bisa beragam misalnya saja karena sebuah kata-kata, perilaku/tindakan, dan bahkan oleh suasana tempat kita berada sekalipun, bisa memancing terluapnya sebuah emosi diri.


Dalam keadaan marah/ emosi, seseorang kerap tak bisa mengontrol dirinya sendiri sehingga banyak hal buruk yang bisa terjadi jika seseorang tidak bisa menahan emosinya, diantaranya:

Tips Mengatasi Emosi Dalam Islam

  1. Menemui banyak kesulitan dan akhirnya penyesalan (al-Qur‟an, 21: 78). Berbagai akibat kemarahan yang hanya „sesaat‟ itu ternyata berakibat kegagalan  luar biasa dan sering berlangsung dalam waktu yang relatifpanjang dalam kehidupan seseorang. Sering ada ungkapan “Andai engkaumau sabar dan berpikir sedikit saja, tentu tidak seperti ini hasilnya”. Iniadalah ungkapan penyesalan atas kesulitan yang diakibatkan tindakan marah. Contoh kasus terbaru adalah Briptu Deny (baru pulang kerja) yang emosi dengan memegang senjata api dan  diarahkan ke wajah istrinya,ketika istrinya mengatakan “kita cerai saja”. Dan terjadilah penembakan suami atas istrinya yang tercinta. Kini Deny sangat menyesal dan terancam dipecat dari dinas Polri dan dipenjara. Mengapa Deny tidak sabar beberapa detik atau menit? Mengapa istrinya yang cemburu tidak menunggu Sang Suami istirahat dulu dan kemudian ditanya baik-baik? 
  2. Tidak memperoleh keuntungan (kebajikan) apa pun, malah kerugian yang besar yang akan dideritanya (al-Qur‟an, 33 : 25). 
  3. Murka dan laknat Allah adalah puncak akibat negatif yang sangat mungkinditerima seseorang ketika ia tidak mampu mengelola emosi marahnyasehingga melakukan tindakan-tindakan yang melanggar shara‟(al-Qur‟an, 4: 93)
Baca Juga:

Maka untuk menghindari akibat buruk dari marah, kita harus bisa mengendalikan amarah itu. Berikut tips tips nya^^


  1. Menahan marah adalah sesuatu yang sangat sulit, apalagi ia berkesempatandan atau mampu menumpahkan kemarahannya itu. Tetapi, itulah yangdiajarkan pertama kali oleh al-Qur‟an ( al-Qur‟an, 3: 134 ). Meskipun ada hak membalas (siksaan/ kezaliman orang lain) secaraseimbang, tetapi sabar (Sabr ) adalah jauh ebih baik dan merupakan salahsatu wujud nyata dari sikap menahan marah (al-Qur‟an, 16: 126). Ketika marah sedang „membajak‟ pikiran korteks visual dan langsung keamigdala (sehingga tidak memperhatikan aspek rasional) untuk meresponpengaruh luar, maka langkah pertama adalah menahan sekuat tenaga agartidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu yang diajarkan olehRasulullah dalam sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dariBakr bin Khalaf, misalnya, adalah ketika marah dalam keadaan berdiri,segeralah duduk; bila marah masih juga belum mereda, maka segeralah tidurberbaring. Hadith dengan perawi yang sama, dari Ahmad bin Hambal,Nabi Saw menyuruh segera berwud}u apabila kita sedang marah.
  2. Setelah mampu mengendalikan marah, berikutnya adalah memaafkankesalahan orang lain. Dalam hal memaafkan ini, beberapa ungkapan yangsering dipakai dalam al-Qur‟an adalah: „Afa, Safaha, Ghafara, Salaha, danSabara – ada yang berdiri sendiri, ada yang dirangkai satu sama lain.„Afa - Ya‟fu - „Afwan (memaafkan, mengampuni) yang tidak dirangkaidengan kata lain yang semakna, misalnya: al-Qur‟an, 2: 237; 4: 149. Ataudirangkai dengan kata lain yang semakna, yakni Safaha – Yasfahu – Safhan(memaafkan) misalnya dalam al-Qur‟an, 2: 109; 5: 13; 24: 22 an 65: 14.Juga dirangkai dengan Ghafara - Yaghfiru – Ghufranan (menutupi,mengampuni) seperti dalam al-Qur‟an, 3: 159. Bahkan ada juga yangdirangkai dengan Aslaha (memperbaiki) seperti dalam al-Qur‟an, 42:37.Sedangkan Sabara yang dirangkai dengan Ghafara dapat dijumpai dalam al-Qur‟an, 42: 43.
  3. Memperhatikan banyaknya ayat-ayat yang memerintahkan memaafkankesalahan orang lain tersebut, dapat dikemukakan bahwa sikap lapang dada(pemaaf) termasuk kunci penting dalam pengendalian marah.
  4. Langkah berikutnya adalah berbuat Ihsan terhadap orang yang lain yangzalim kepada kita (al-Qur‟an, 3: 134; 41: 34-35). Al-Qur‟an bahkanmengajarkan agar sedapat mungkin sebuah kejahatan ditolak justru dengankebaikan, seperti dalam al-Qur‟an, 13: 22; 23: 96; dan 28: 54. Dalam sebuah hadith riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, Nabi Saw pernahmenjelaskan bahwa “Sesungguhnya Allah ketika menciptakan makhluk, Iamenulis di atas „Arash-Nya: Sungguh rahmat-Ku mendahaului marah-Ku”.Jelas sekali dalam hadith ini dianjurkan agar sentuhan kasih sayang wajibdidahulukan, dan bukan marah
  5. Segera dan sering berzikir (istighfar, salat dan lain-lain) seperti yangterkandung dalam makna al-Qur‟an, 21: 78; dan 48 : 29
  6. Kalaupun terpaksa harus marah, maka tetap dilakukan secara proporsionalseperti yang terkandung dalam sikap antara ruhama‟ dan ashiddda‟ (al-Qur‟an, 48 : 29 dan 4 : 91).
Sumber rujukan:
Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional. ter. T. Hermaya. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama, 2005
al-Nawawiy, Abi Zakariyya Yahya bin Sharaf. Riyad al-Salihin (Bairut: Dar alFikr, 199