Ketika Dan Jatuh Cinta Part 3
Ketika Dan Jatuh Cinta Part 3 - Kuyhijrah.com
![]() |
Jatuh Cinta |
Assalamu’alaikum. Sorry, Mir kalau kata-kata gue menyinggung perasaan lu. Lu harus tahu penjelasan gue dulu. Sore ini kita ketemuan di masjid deket kantor pos yuk. Lu ngga lagi latihan futsal kan sore ini? Temenin gue ngajar ngaji anak-anak binaan. Nanti gue jelasin deh masalah yang siang tadi. Apa perlu gue traktir juga es campur Mang Nana kesukaan lu? Hehe
Kurang lebih seperti itu long message service yang dikirimkan Dan untuk Emir. Begitulah cara Dan memintaa maaf. Menurut riset khusus, memang seperti itulah cara jitu membujuk hati Emir yang sedang membatu, ajak dia ngobrol sambil minum/makan bareng, namun sayang sekali kali ini cara itu nggak mempan sama sekali. Long messsagenya Dan gak berbalas. Padahal Dan udah nunggu dengan segelas es campur Mang Nana kesukaan Emir. Rasa manisnya pun tak terasa nikmat. Hambar. Padahal Mang Nana selalu mengggunakan gula merah kualitas terbaik untuk cendolnya. Aduhai, mungkin seperti itu rasanya ketika ujian menerpa persahabatan.
Di ruang belajar yang penuh dengan konsep rumus penemuan Isac Newton, Gay Lusac, Kirchoff dan berbagai rumus penemuan fisikawan terkemuka lain yang menempel di tempat belajarnya, Emir hanya tertunduk lesu melihat lembaran soal latihan fisika dihadapannya. Dia gak berselera sama sekali dengan kuliah yang disukainya. Pesan dari Dan sore tadi telah merusak konsentrasinya. Bagaimana bisa anak mentoring gak bisa jaga izzah perasaannya sendiri, pikirnya. Malam itu gak ada satu soal pun yang ia selesaikan.
Pagi yang cerah, meski gak secerah hati Dan yang kebingungan. Dan selalu bingung ketika ia harus menjelaskan permasalahan langsung secara lisan, mungkin karena ia terlalu terbiasa dengan bahasa tulisan. Ia terlalu terbiasa dengan ide-idenya yang ia tuliskan dalam artikel, terlalu terbiasa dengan imajinasinya yang ia tuangkan dalam cerpen-cerpennya yang inspiratif. Sosok yang membuatnya bingung dua hari ini tiba-tiba muncul di depan matanya. Semakin membuatnya bingung karena sosok itu membuang muka ketika bersitaatap dengannya. Sosok itu sahabatnya sendiri, Emir, si jago Fisika yang pagi ini belum menyelesaikan latihan soalnya.
Dan berbelok ke perpustakaan setelah mendapat kabar dosen Etika Bisnisnya gak hadir karena ada agenda ke luar kota, lalu memilih tempat di pojok ruangan. Ia mulai menyelesaikan puisi yang baru terangkai sebagian tadi malam. Cukup raganya yang di pojok, tapi pikiran dan hatinya berkelana, mencari cara yang tepat untuk meminta maaf kepada Emir.
Entah kenapa siangnya pun Dan bertemu dengan Emir. Ia gak mau kehilangan kesempatan meminta maaf.
“Emir, tunggu. Kita harus bicara siang ini,” suaranya sedikit tercekat.
“Sorry, Dan. Gue buru-buru, mau latihan futsal,” Emir menjawab tanpa melihat ke arah Dan. Ia sudah hafal betul suara Dan yang khas. Dan hanya berdiri kaku, menatap punggung Emir yang cepat menghilang dari pandangannya.
Bel jam istirahat pertama berbunyi, segera Emir melangkahkan kaki ke masjid. Hatinya terus menggerutu,
“Gimana bisa gue lupa rumus pas ngerjain soal kuis tadi.” Setelah berwudlu, ia segera dirikan 2 rakaat Dhuha. Meski beberapa hari ini Dan gak menemaninya, tapi petuahnya buat menjalani sunnah Rasul-Nya selalu membekas di hati Emir. Bagaimanapun menyebalkannya Dan sekarang, bagaimanapun ia membuat hatinya kecewa, sungguh bagaimanapun tetap saja Dan adalah Dan, sahabatnya.
Minggu ini pergantian edisi mading Al Ghifari. Ari, adiknya Dan selalu tak mau ketinggalan info jika edisi baru sudah terpampang.
“Kak Emir, liat deh. Ada puisi buat kakak loh di edisi baru ini, Ari mengagetkan Emir yang sedang berjalan melewatinya yang berdiri di dekat mading. Emir hanya meliriknya.
“Ayo dong, kak sempatkan baca puisi yang di pojok. So sweet banget deh. Kali aja abis baca puisi ini bisa nambah semangat ngerjain soal Fisikanya,” Ari mencoba meyakinkan Emir. Emir pun dengan sedikit terpaksa membaca puisi di bagian pojok. Entah malaikat apa yang menggerakan hatinya untuk membaca puisi di bagian pojok mading itu. Emir yang hanya bersahabat dengan angka-angka itu, kini melirik puisi yang sama sekali bukan menjadi hal yang disukainya.
Kau memang istimewa
dari sekian buku yang pernah kubaca
Kau ada untuk keistimewaan makhluk pilihan-Nya
Penerang kehidupan yang semakin tak karuan
Kau sangat terjaga
Tak ada satu pun makhluk yang mampu merekayasa keindahan firman-Nya
meski penistaan akan kemuliaannya terjadi diman-mana
Kau sangat terjaga, sangat istimewa
Kau membuat hati yang gersang jadi tenang
Membuat luka jadi bahagia
Langkah yang susah menjadi mudah
Membuat hidup semakin berkah
Aku jatuh cinta
Setelah kau kubaca
Meski diri masih hina
Tak mengapa, karena tanpamu aku akan semakin terlena
#YukJagaTilawah
*Untuk sahabatku, Emir. Semoga kau merasakan cinta yang sama, cinta kepada Al Qur’an. Cinta yang akan membuat setiap kata yang kutulis semakin bermakna dan Fisika yang kau pelajari semakin kau pahami.
Emir langsung mengambil handphone dari saku celananya, memijit beberapa tombol, ia menelepon. Sayang sekali suara operator semakin menambah rasa sesal pada dirinya,
“Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah....” Panggilan ia akhiri. Ia baru ingat kalau hari ini Dan punya agenda presentasi karya ilmiahnya.
“Lu selalu berusaha menjaga izzah(harga diri), lu terlalu bisa jatuh cinta pada sesuatu yang tepat ketika banyak anak laki-laki menyatakan kebohongan tentang cinta pada anak gadis orang,” Emir hanya mampu berkata dalam diamsambil memasukkan handphone ke saku celananya.
Satu kalimat dari penulis :
“Aku tidak tahu apakah ada anak laki-laki seperti Dan & Emir”
~Derai Hujan
TAMAT